Liputan6.com, Jakarta - Tiroid adalah kelenjar yang terletak di leher bagian depan dengan fungsi mengeluarkan hormon tiroid. Hormon ini memiliki peran penting untuk mengatur metabolisme tubuh. Termasuk mengatur berat badan, mengatur panas tubuh, bahkan mengatur frekuensi buang air.
Kekurangan hormon tiroid disebut hipotiroid, sedangkan kelebihan hormon tiroid disebut hipertiroid.
Hipertiroid kerap ditandai dengan gejala seperti orang yang hendak naik panggung, seperti jantung berdebar-debar, mudah berkeringat, hingga sulit tidur.
“Keluhannya kayak orang naik ke atas panggung lah, berdebar-debar, keringatnya banyak, gampang kepanasan, susah tidur, gampang emosi, sering buang air,“ kata dokter spesialis penyakit dalam, konsultan endokrin metabolik diabetes Eka Hospital BSD, Dicky Levenus Tahapary, dalam temu media di Jakarta, Senin (28/7/2025).
Gejala-gejala ini kerap membuat pasien curiga memiliki masalah jantung sehingga membuatnya datang ke dokter jantung bukan ke dokter endokrin. Kerap pula datang ke dokter pencernaan karena gejala ingin buang air setiap usai makan.
Ada pula gejala gangguan menstruasi yang membuat pasien datang ke dokter obgin atau kandungan dan kehamilan. Bahkan ke dokter gizi karena berat badan terus turun padahal makan banyak.
Aktris Indonesia, Thalita Latief, didiagnosis menderita tumor tiroid stadium 4. Itu ia ungkapkan lewat unggahan video di akun instagramnya saat Thalita akan menjalani operasi. Beruntung, operasi berjalan lancar.
Gejala Hipotiroid
Sementara, hipotiroid kerap menunjukkan gejala sebaliknya. Yakni berat badan mudah naik meski asupan makan tak berubah. Ada pula gejala mudah kedinginan, susah buang air besar, dan haid lebih banyak dari biasanya.
“Jadi gejala hipotiroid ini juga bisa sampai mengganggu pasien, cuman masalahnya, gejala-gejala ini baru terasa kalau kondisinya sudah cukup berat,” jelas Dicky.
“Kalau dia masih ringan ya enggak akan kerasa, makanya penting medical check up dan harus mengenali gejala-gejala gangguan tiroid tadi,” imbuhnya.
Penanganan Masalah Tiroid
Masalah tiroid terutama yang jinak dapat diatasi dengan Ablasi Radiofrekuensi (RFA).
“RFA adalah prosedur medis non-bedah yang menggunakan energi panas dari gelombang radiofrekuensi untuk mengecilkan atau menghilangkan benjolan (nodul) tiroid yang jinak,” kata Dicky.
Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan jarum kecil ke dalam nodul (benjolan) tiroid dengan panduan USG (ultrasonografi). Ujung jarum akan menghasilkan energi panas yang menghancurkan sel-sel tidak normal pada nodul tanpa merusak jaringan tiroid sehat di sekitarnya.
Teknologi RFA memanfaatkan energi listrik yang diubah menjadi gelombang radiofrekuensi. Gelombang ini dialirkan melalui elektroda pada ujung jarum yang dimasukkan ke dalam target jaringan (dalam kasus ini, nodul tiroid).
Ketika energi gelombang radiofrekuensi mencapai jaringan, ia menyebabkan getaran molekul air di dalam sel dan menghasilkan panas. Panas yang dihasilkan inilah yang menyebabkan koagulasi protein dan nekrosis (kematian) sel-sel target. Proses ini dilakukan secara hati-hati dan terukur dengan panduan USG untuk memastikan jarum berada pada jaringan target dan tidak ada nodul yang tersisa.
Sebelum tindakan RFA populer dilakukan, tindakan yang bisa dilakukan untuk penyakit tiroid yaitu dengan operasi pengangkatan sebagian atau seluruh kelenjar tiroid atau yang biasa disebut Tiroidektomi.
Tindakan pembedahan ini telah menjadi standar penanganan untuk benjolan tiroid yang merupakan tumor ganas, berukuran besar, dan sudah menimbulkan gejala yang mengganggu kualitas hidup pasien. Namun, pembedahan memiliki beberapa kekurangan seperti sayatan besar di leher hingga masa pemulihan yang lebih lama. Pasien memerlukan waktu untuk penyembuhan luka dan penyesuaian hormon jika sebagian besar atau seluruh tiroid diangkat.
Apa Keunggulan RFA?
Tindakan RFA memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pembedahan, yakni:
Target yang spesifik: energi RFA dihantarkan langsung ke dalam nodul di bawah panduan USG, dengan kontrol suhu yang akurat dapat meminimalkan risiko kerusakan jaringan di luar target.
- Minimal invasif: Tidak memerlukan sayatan besar, hanya tusukan kecil.
- Bekas luka minimal: Hanya meninggalkan bekas tusukan kecil yang biasanya tidak terlalu terlihat.
- Waktu pemulihan cepat: Pasien biasanya dapat pulang pada hari yang sama atau keesokan harinya dan segera kembali beraktivitas normal.
- Mempertahankan fungsi tiroid: Karena hanya nodul yang ditangani, sebagian besar fungsi kelenjar tiroid tetap terjaga, sehingga risiko kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme) lebih rendah dibandingkan operasi pengangkatan sebagian atau seluruh tiroid.
- Dapat diulang: Jika nodul tumbuh kembali, prosedur RFA dapat diulang.
“Meskipun relatif aman, tindakan RFA tetap memiliki risiko minimal, seperti nyeri lokal sementara, memar kecil di area tusukan, atau perubahan suara sementara. Namun, risiko komplikasi serius sangat jarang terjadi jika prosedur dilakukan oleh dokter yang berpengalaman,” tutup Dicky.