REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena 'Rojali' atau Rombongan Jarang Beli tidak hanya di pusat perbelanjaan modern. Di pasar grosir besar seperti Tanah Abang, Rojali juga sudah biasa dirasakan oleh para pedagang.
Salah satu pedagang bahkan menyebut bahwa Rojali bukanlah hal baru. "Sebenarnya dari dulu udah ada, cuma dulu ga ada sebutannya 'rojali'. Sekarang ada lagi tuh 'rohana', rombongan hanya nanya-nanya," ujar Elma, salah satu pedagang pakaian wanita di Blok F, kepada Republika Senin (28/7/2025).
Meski suasana pasar terlihat ramai, Elma mengungkapkan bahwa penjualan pakaian saat ini cenderung fluktuatif.
Dalam beberapa bulan terakhir, jumlah transaksi menurun, khususnya sejak maraknya tren belanja daring yang membuat konsumen enggan datang langsung ke pasar.
Selain Elma, pedagang lainnya juga menyuarakan hal yang dialaminya. Ramainya pengunjung belum tentu menjamin larisnya dagangan. Terlebih, banyak pengunjung yang datang sambil membuat vlog atau konten dan hanya bertanya-tanya harga tanpa membeli.
Pedagang menyebut bahwa fenomena Rojali dan Rohana ini membuat suasana pasar tampak hidup, namun bisa mengecoh persepsi bahwa omzet pedagang turut naik.
“Orang kira rame, padahal sepi pembeli. Banyak yang cuma lewat, tanya, terus pergi. Kita sih senang pasar kelihatan hidup, tapi kan tetap berharap ada yang beli juga,” ujar Wati salah satu pedagang di JPM.
Menurutnya penjualan naik dan turun, cenderung tidak stabil. Karena banyak konsumen yang lebih memilih belanja online. "Harapannya sih jangan melulu beli online, karena di pasar juga banyak barang bagus dan bisa ditawar juga," tuturnya.
Sebagai bentuk adaptasi, beberapa penjual sendiri sudah mulai memasarkan produknya secara daring melalui media sosial dan platform e-commerce. Ia menyadari bahwa pelaku usaha kini perlu menjangkau konsumen di dua dunia: online dan offline.
Meski fenomena Rojali dan Rohana menambah keramaian serta dinilai sebagian pedagang sebagai potensi promosi tidak langsung, para pelaku usaha tetap berharap lebih dari sekadar lalu-lalang dan interaksi kosong.
Mereka ingin kehadiran pengunjung di pasar juga disertai dengan tindakan nyata: membeli produk, mendukung roda usaha kecil, dan menjaga agar pasar tradisional tetap hidup di tengah gempuran era digital.