
Perdana Menteri Belanda Dick Schoof mengundurkan diri usai pemimpin sayap kanan sekaligus politikus anti-Islam, Geert Wilders, keluar dari koalisi pemerintah. Ini imbas Wilders yang kecewa koalisi tak mendukung usulan memperketat pengaturan imigran.
Dengan demikian, koalisi pemerintah yang terdiri dari partai PVV yang anti-Islam, Farmer-Citizens Movement (BBB), New Social Contract (NSC), dan People's Party for Freedom and Democracy (VVD), kini runtuh.
Dikutip dari The Guardian, Rabu (4/6), Schoof menyebut keputusan Wilders yang dramatis itu 'tidak bertanggung jawab dan tidak perlu'.
"Sepanjang yang saya ketahui, ini tidak seharusnya terjadi," kata Schoof.
"Kita menghadapi tantangan besar baik dalam negeri maupun luar negeri yang membutuhkan ketegasan dari kita," kata Schoof lagi sebelum mengajukan pengunduran diri ke Raja Willem-Alexander.
Schoof yang merupakan politisi independen dipilih oleh Wilders tahun lalu untuk memimpin pemerintah. Dia mencoba mencegah perpecahan koalisi, namun tak bisa dibendung begitu Wilders memutuskan keluar dari koalisi.
Kenapa Isu Imigran Bikin Kabinet Pemerintah Belanda Runtuh?

Minggu lalu, Wilders menuntut dukungan segera untuk rencana 10 poin yang mencakup menutup perbatasan bagi mereka yang mencari suaka, memulangkan pengungsi dari Suriah, dan menutup tempat penampungan suaka. Dia juga mengusulkan mengusir imigran yang dihukum atas kejahatan serius dan meningkatkan kontrol suaka.
"Saya mengusulkan rencana menutup perbatasan untuk pencari suaka, memulangkan mereka, menutup tempat penampungan suaka. Saya mendesak mitra koalisi menandatangani rencana itu, tapi tidak mereka lakukan. Saya tidak punya pilihan lagi selain mencabut dukungan saya untuk pemerintahan ini," kata Wilders kepada wartawan, sebagaimana dilaporkan Reuters.
"Saya mengusulkan kebijakan suaka yang paling ketat, bukan untuk menghancurkan Belanda," lanjutnya.
Imigran jadi isu yang memecah belah politik Belanda selama bertahun-tahun. Pemerintahan sebelumnya yang dipimpin Mark Rutte juga runtuh setelah gagal mencapai kesepakatan membatasi imigran.
Politisi provokatif yang dihukum atas tuduhan diskriminasi terhadap warga Maroko pada 2016, Wilders sebetulnya bukan bagian pemerintahan terbaru.
Wilders hanya berhasil mencapai kesepakatan koalisi dengan 3 partai konservatif lainnya tahun lalu, setelah setuju tidak jadi perdana menteri. Atas kesepakatan itu, kabinet akhirnya dipimpin oleh Schoof yang merupakan pegawai negeri sipil karier.
Belanda Harus Adakan Pemilu

Dengan mundurnya Schoof dan runtuhnya kabinet, Belanda harus mengadakan pemilu. Pemilu kemungkinan akan digelar pada akhir Oktober atau November.
Meski demikian, ilmuwan politik Joep van Lit dari Radboud University mengatakan lanskap politik yang terpecah akan membuat pembentukan pemerintahan baru butuh waktu berbulan-bulan.
"Masih harus diperhatikan apakah pemilih sayap kanan melihat peristiwa ini sebagai kegagalan Wilders untuk mewujudkan usulannya jadi kenyataan, atau malah memutuskan Wilders membutuhkan mandat yang lebih besar untuk mewujudkan keinginannya," kata van Lit.
Asisten profesor politik Belanda di Universitas Leiden, Simon Otjes, mengatakan partai PVV pasti memperhitungkan bahwa pemilu selanjutnya akan dinilai sebagai referendum mengenai kebijakan imigrasi.
"Karena mereka tahu mereka bisa memenangkan itu," katanya.