Liputan6.com, Jakarta - Demam adalah salah satu gejala yang paling sering terjadi pada anak. Meski umumnya tidak berbahaya, orang tua perlu tahu kapan harus mulai waspada dan membawa anak ke fasilitas kesehatan.
Menurut Dokter Spesialis Anak dari RS EMC Cikarang, dr. Reza Ervanda Zilmi, Sp.A, ada tiga kondisi utama yang harus dianggap sebagai tanda bahaya atau kegawatdaruratan medis.
1. Anak Tiba-Tiba Lemas atau Tidak Responsif
Tanda pertama yang perlu diwaspadai adalah perubahan perilaku anak secara drastis. Anak yang biasanya aktif dan ceria, jika mendadak menjadi lemas atau tidak merespons, ini bisa jadi sinyal bahaya.
"Pastikan dulu anaknya gawat atau tidak. Kalau anaknya biasanya aktif dan ceria, tapi tiba-tiba jadi lemas, itu sudah harus diwaspadai. Bisa jadi ada gangguan serius," ujar dr. Reza kepada Health Liputan6.com di sela-sela Healthy Monday, Senin, 28 Juli 2025.
Perubahan perilaku seperti ini sering kali dianggap sepele. Padahal, ini bisa menandakan bahwa tubuh anak sedang melawan infeksi berat atau mengalami gangguan metabolik.
2. Anak Mengalami Kejang
Tanda kedua yang perlu diwaspadai adalah kejang. Kejang pada anak bukan hal yang bisa ditunda penanganannya.
"Kalau anak sudah mengalami kejang, itu masuk kegawatdaruratan. Segera bawa ke rumah sakit, jangan menunggu atau mencoba mengobati sendiri," tegas dr. Reza.
Kejang bisa menjadi gejala dari berbagai kondisi, mulai dari demam tinggi (kejang demam), infeksi otak, hingga gangguan elektrolit. Penanganan medis cepat sangat penting untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
3. Anak Tidak Sadarkan Diri
Kondisi ketiga dan yang paling serius adalah ketika anak tidak sadarkan diri. Ini merupakan sinyal bahwa sistem tubuh anak mengalami kegagalan fungsi atau gangguan parah pada otak.
"Kalau anak tidak sadar, itu sudah pasti gawat. Tidak ada kompromi, harus langsung dibawa ke rumah sakit," kata dr. Reza.
Kondisi ini bisa disebabkan oleh infeksi berat, trauma kepala, atau kondisi neurologis yang serius. Semakin cepat anak ditangani oleh tenaga medis, semakin besar peluangnya untuk pulih.
Orang Tua Zaman Sekarang Lebih Peduli Tapi Waspada Self-Diagnosis
Fenomena yang cukup positif menurut dr. Reza adalah meningkatnya kesadaran orang tua muda, khususnya dari generasi Z, untuk segera membawa anak ke dokter saat muncul gejala sakit.
"Dibandingkan dulu, orang tua muda sekarang lebih aware. Kalau anak demam atau menunjukkan gejala tidak biasa, mereka langsung konsultasi ke dokter. Itu bagus," ujarnya.
Namun, dia mengingatkan agar orang tua tidak terjebak pada praktik self-diagnosis yang saat ini marak karena mudahnya akses informasi di media sosial.
"Banyak yang sekarang belajar dari medsos atau influencer. Tapi risikonya, mereka jadi mendiagnosis sendiri kondisi anak. Misalnya bilang anaknya kejang, padahal bukan. Atau merasa anaknya tipes, padahal belum tentu," kata dr. Reza.
Jangan Asal Kasih Obat, Dosis Anak Berbeda-Beda
Kesalahan umum lainnya adalah memberikan obat kepada anak tanpa petunjuk dokter. Hal ini sangat berisiko karena dosis obat anak tidak sama dengan orang dewasa dan tergantung berat badan.
"Contoh paracetamol aja, kandungannya beda-beda. Bisa jadi salah dosis kalau orang tua asal kasih obat, apalagi tanpa resep. Anak-anak sangat rentan," katanya.
Saat ini, layanan telemedicine sudah tersedia luas dan bisa menjadi solusi cepat dan aman. Bahkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga memiliki platform khusus untuk konsultasi daring.
"Harusnya, dengan kemajuan teknologi, praktik self-diagnosis dan pemberian obat sembarangan bisa dikurangi, bahkan dihilangkan," pungkasnya.