REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Jakarta mengalami kenaikan 0,14 persen pada Maret 2025 dibandingkan September 2024. Meski begitu, angka itu mengalami penurunan 0,02 persen jika dibandingkan Maret 2024.
Gubernur Jakarta Pramono Anung lebih memilih membaca angka kemiskinan yang mengalami penurunan dalam waktu satu tahun (yoy), alih-alih naik dibandingkan September 2024. Meski begitu, ia juga menyoroti ketimpangan yang makin tinggi terjadi di Jakarta.
"Apa yang menjadi perhatian saya, terutama, terus terang dari semua indikator, sebenarnya yang mengalami kenaikan itu gini rasio. Jadi bukan orang miskinnya bertambah, tetapi memang orang kayanya tambah kaya di Jakarta ini," kata dia di Balai Kota Jakarta, Rabu (30/7/2025).
Berdasarkan data BPS, selain terjadi peningkatan tingkat kemiskinan di Jakarta pada Maret 2025, ketimpangan pengeluaran (gini rasio) juga meningkat, yang berarti gap pengeluaran penduduk kelas atas dan kelas bawah menjadi semakin tinggi. Kenaikan ketimpangan itu menunjukkan bahwa bahwa manfaat pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya merata di semua kelompok masyarakat.
Dari data itu, distribusi pengeluaran penduduk Maret 2025 menunjukkan bahwa pada kelompok pengeluaran 40 persen terbawah mengalami penurunan sebesar 0,03 persen poin menjadi sebesar 16,12 persen dibandingkan September 2024. Menurut kategori Bank Dunia, angka itu menunjukkan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk di DKI Jakarta masih berada pada kategori ketimpangan sedang.
BPS mencatat, dengan besaran garis kemiskinan di Jakarta sebesar Rp852.768 per kapita per bulan dan rata-rata jumlah anggota rumah tangga miskin sebanyak 4-5 orang (rata-rata 4,9), maka secara rata-rata, garis kemiskinan per rumah tangga pada Maret 2025 sebesar Rp4.178.563 per bulan. Angka ini turun sebesar 1,42 persen dibandingkan kondisi September 2024 sebesar Rp4.238.886.
Pramono menilai, ketimpangan itu menjadi fenomena yang terjadi pascapandemi Covid-19. Menurut dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta terus menerus berupaya untuk memberikan bantuan sebagai bantalan untuk masyarakat miskin.
"Bantalan untuk masyarakat tidak mampu itu terus-menerus kami lakukan. Kalau dilihat yang dibagi, baik itu Kartu Jakarta Pintar, Jakarta Sehat, lansia, difabel. Enggak ada lah yang seperti Jakarta," kata dia.
Berdasarkan data BPS Jakarta, angka kemiskinan Maret 2025 turun 0,02 persen poin bila dibandingkan dengan Maret 2024. Namun, angka kemiskinan pada Maret 2025 (4,28 persen) naik 0,14 persen poin dibandingkan September 2024 yang sebesar 4,14 persen.
Secara keseluruhan, tren tingkat kemiskinan (P0) di DKI Jakarta menunjukkan penurunan jangka panjang setelah lonjakan tajam pada awal pandemi Covid-19. Sempat stabil selama 2020–2022, kemudian menurun hingga September 2024 sebelum sedikit naik pada Maret 2025.
Pola ini mencerminkan bahwa meskipun pemulihan ekonomi pasca-pandemi telah berhasil menurunkan kemiskinan, tekanan baru dapat kembali mendorong kerentanan.