Kemendukbangga/BKKBN mendorong edukasi reproduksi dilakukan sejak dini, mulai dari tingkat pendidikan dasar (SD). Sebab saat ini siklus kehidupan telah bergeser, pubertas pada anak terjadi lebih cepat dibanding generasi terdahulu.
Mendukbangga Wihaji menilai, saat ini telah terjadi pergeseran signifikan dalam siklus kehidupan masyarakat, khususnya terkait kematangan reproduksi pada anak perempuan, hingga menuntut pendekatan baru dalam memberikan edukasi reproduksi untuk dimulai sejak tingkat sekolah dasar (SD).
"Sekarang anak-anak perempuan sudah mengalami menstruasi di usia SD. Ini artinya siklus kehidupan bergeser, dan kita harus segera menyesuaikan pendekatan edukasi. Jika dulu kita mulai dari SMP, sekarang harus dari SD," ujar Mendukbangga Wihaji di hadapan para Penyuluh KB dari seluruh Indonesia di Bandung, dikutip dari Antara.
Perubahan pola pertumbuhan anak yang semakin dini dengan didorong oleh banyak faktor, termasuk lingkungan, gaya hidup, dan informasi digital, memicu kekhawatiran jika tidak diimbangi dengan pengetahuan yang cukup.
"Sehingga sangat penting pendidikan yang tepat, karena anak-anak harus paham tubuhnya. Jangan sampai takut, bingung, atau mendapatkan informasi yang salah dari media sosial atau pergaulan bebas. Di sinilah peran penyuluh KB menjadi sangat penting untuk hadir memberi edukasi yang benar," ujarnya.
Ia juga menyebut bahwa dunia digital membawa risiko tersendiri jika anak tidak dibekali pemahaman yang kuat. Edukasi seksualitas dan kesehatan reproduksi harus dilakukan secara hati-hati, namun terbuka dan disesuaikan dengan tingkat usia anak.
Lebih dari sekadar pengetahuan biologis, edukasi reproduksi menjadi kunci dalam mencegah kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, hingga pelanggaran norma-norma sosial yang berkembang di masyarakat.
"Kalau kita lengah, anak bisa jadi korban. Maka edukasi sejak dini itu adalah cikal bakal membangun generasi yang sadar, sehat, dan kuat. Ini bukan hanya tugas kementerian kita, tapi kerja bersama lintas kementerian," ucap Wihaji.
Kemendukbangga menggandeng berbagai kementerian seperti Kementerian Agama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), serta Kementerian Sosial, dalam pelaksanaan program-program edukasi keluarga berperspektif usia dan budaya.
Dia menekankan pendekatan pencegahan harus dimulai dari hulu guna menjawab tantangan zaman, sehingga edukasi dini bukanlah hal tabu, melainkan kebutuhan nyata.
Sehingga, para penyuluh KB diminta untuk lebih aktif memberikan pendampingan dan sosialisasi, khususnya di tingkat SD, agar generasi muda tumbuh dengan pemahaman yang benar tentang dirinya dan lingkungannya.
"Kita ingin memastikan anak-anak tumbuh dengan sehat secara fisik, mental, dan sosial. Kita jaga mereka dari sekarang, agar tak jadi korban dari kurangnya pengetahuan," tutur Wihaji.