Sejumlah pihak mulai dari Kompolnas, Kementerian Luar Negeri (Kemlu), hingga ahli forensik hadir dalam analisis dan evaluasi (anev) di Polda Metro Jaya terkait tewasnya diplomat, Arya Daru Pangayunan (39).
Komisioner Kompolnas, Choirul Anam, mengatakan dalam kegiatan itu ditampilkan rekaman video aktivitas Arya sebelum ditemukan tewas di indekosnya. Waktu yang tertera dalam rekaman video lalu dibandingkan dengan waktu percakapan Arya di WhatsApp (WA).
"Salah satu yang paling penting begini, disandingkan antara komunikasi WA dengan time frame yang ada di CCTV," kata dia di Polda Metro Jaya pada Senin (28/7).
Selain itu, sambung Anam, hasil autopsi terhadap Arya juga dijelaskan dalam kegiatan itu. Hasil autopsi pun telah disimpulkan. Namun demikian, dia enggan untuk menyampaikan hasil dari autopsi tersebut.
"Kandungan-kandungan yang ada dalam tubuhnya apa saja. Itu yang ditemukan, itu yang dijelaskan termasuk juga pendekatan scientific yang lain yang terlepas dari autopsi," ujar dia.
Anam menyebut, hasil penyelidikan kematian Arya akan disampaikan oleh Polda Metro Jaya pada Selasa (29/7). Menurut dia, penyelidikan kematian Arya memakan waktu yang terbilang lama karena memang begitu kompleks.
"Perhari ini kami lihat rekam jejak kerjanya (polisi), itu bukan waktu yang sia-sia tapi substansial. Karena waktu per waktu ada pergerakan pendalaman, hari perhari semakin jelas apa peristiwanya," kata dia.
"Hari ini peristiwanya kemarin terang, dan tadi semakin terang ya. Nah, habis itu penyebab kematiannya juga udah jelas. Tinggal diumumkan aja sama Polda Metro," lanjut dia.
Arya Daru ditemukan tewas di kamar indekos yang berada di Jalan Gondangdia Kecil, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (8/7). Arya pertama kali ditemukan penjaga indekos dengan kondisi kepala terbungkus lakban berwarna kuning.
Hingga kini, penyebab kematiannya masih menjadi misteri.