Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan keamanan siber dan komputasi cloud, Akamai Technologies, menemukan terjadi peningkatan taktik serangan ransomware di kawasan Asia Pasifik (APAC).
Pelaku kejahatan siber kini menggunakan taktik pemerasan empat lapis, jauh lebih canggih dibandingkan pemerasan ganda yang umum terjadi sebelumnya.
Berdasarkan laporan Akamai bertajuk State of the Internet (SOTI) Ransomware Report 2025, lebih dari separuh kasus kebocoran data di APAC pada tahun 2024 disebabkan oleh serangan ransomware.
Hal ini menjadi peringatan bagi perusahaan di kawasan tersebut untuk memperkuat pertahanan siber mereka.
"Ancaman ransomware saat ini bukan lagi sekadar enkripsi data," ujar Advisory CISO Akamai, Steve Winterfeld, dalam keterangannya, Senin (11/8/2025).
Ia mengungkapkan, para pelaku memanfaatkan data yang mereka curi, paparan publik, serta gangguan pada layanan untuk meningkatkan tekanan kepada korban.
"Metode seperti ini membuat serangan siber menjadi krisis bisnis yang serius," Steve memungkaskan.
Pemerasan Empat Lapis Menggunakan DDoS
Pemerasan empat lapis merupakan strategi baru yang kini marak dilakukan. Taktik ini mencakup serangan DDoS (Distributed Denial of Service) dan tekanan tambahan kepada korban dengan melibatkan pihak ketiga, seperti pelanggan, mitra, atau media.
Strategi ini jauh lebih kompleks dibanding pemerasan ganda yang hanya mengancam kebocoran data setelah mengenkripsi data korban.
Di APAC, kelompok-kelompok ransomware (dalang di balik serangan) besar seperti LockBit, BlackCat/ALPHV, dan CL0P masih mendominasi, sementara pendatang baru seperti Abyss Locker dan Akira mulai aktif.
Mereka menyasar sektor-sektor vital seperti kesehatan dan hukum dengan tingkat akurasi yang mengkhawatirkan.
Salah satu contohnya adalah peretasan 1,5 TB data sensitif milik sebuah Nursing Home Foundation di Australia oleh Abyss Locker, serta tebusan sebesar USD 1,9 juta yang diminta oleh Akira dari sebuah firma hukum di Singapura.
Solusi: Zero Trust dan Mikrosegmentasi
Akamai merekomendasikan adopsi arsitektur Zero Trust dan mikrosegmentasi untuk melawan taktik ransomware modern.
Menurut Director of Security Technology and Strategy untuk kawasan Asia Pasifik & Jepang, Reuben Koh, mengadopsi Zero Trust yang berfokus pada verifikasi akses dan mikrosegmentasi dapat meminimalkan dampak serangan ransomware.
"Organisasi perlu meninjau kembali postur keamanan mereka dan memperkuat upaya untuk meningkatkan ketahanan siber," ia menyarankan.
Langkah-langkah ini, kata Koh, harus dipadukan dengan latihan pemulihan rutin dan simulasi respons insiden, akan menjadi elemen inti dalam menghadapi serangan seperti ransomware.
Akamai juga mencatat bahwa teknologi GenAI dan LLM (Large Language Models) semakin mempermudah individu dengan keahlian teknis terbatas untuk membuat kode ransomware dan meningkatkan taktik rekayasa sosial, sehingga mempercepat frekuensi dan skala serangan.