Liputan6.com, Jakarta - Pernahkan kamu merasakan otak kamu “kosong” atau merasa cepat bosan setelah terlalu lama menyaksikan tayangan video pendek di media sosial? Atau malah kamu merasa sulit fokus setelah seharian menatap layar?
Fenomena ini marak dikenal dengan istilah "brain rot", lantas sebenarnya apa brain rot itu? Brain rot atau pembusukan otak adalah istilah tidak resmi yang menggambarkan kondisi ketika otak terasa sulit untuk fokus atau “kosong” yang terjadi setelah terpapar layar secara berlebihan.
Dilansir dari WebMD, brain rot biasanya disebabkan karena menonton jenis konten tertentu, biasanya disebabkan oleh konten video pendek yang tidak masuk akal, memalukan, atau aneh. Namun, belum ada bukti pasti apakah video dengan kualitas rendah dapat memberikan pengaruh negatif pada otak.
Istilah brain rot sendiri bukanlah sebuah kata asing, penggunaan kata ini telah marak di media sosial. Popularitas kata brain rot membuat kata ini terpilih menjadi Kata Terbaik di Oxford pada tahun 2024.
Istilah brain rot pertama kali digunakan oleh Henry David Thoreau pada tahun 1854. Ia mendefinisikan brain rot sebagai kecenderungan menyukai ide-ide yang lebih sederhana, alih-alih ide yang kompleks. Istilah ini menggambarkan tumpulnya fungsi otak.
Ketua psikiatri di Hackensack University, Medical Center di Hackensack, New Jersey, dan penulis The Memory Bible, Gary Small mengatakan bahwa brain rot atau pembusukan otak bukanlah istilah medis.
“Istilah ini merujuk pada penurunan mental atau kognitif yang tampaknya terjadi ketika Anda mengonsumsi terlalu banyak konten daring yang tidak menantang atau remeh,” kata Small.
Apa itu Brain Rot dan Penyebabnya
Dilansir dari Oxford Press, brain rot atau pembusukan otak adalah suatu istilah dengan definisi kemerosotan kondisi mental atau intelektual seseorang, yang dianggap sebagai akibat dari konsumsi materi secara berlebihan, terutama konten di media sosial yang dianggap sepele atau tidak menantang.
Para ahli dari Oxford mengatakan istilah “brain rot’ ini populer digunakan sebagai kata yang menggambarkan kekhawatiran tentang dampak konsumsi konten media sosial dengan kualitas rendah secara berlebihan. Penggunaan kata ini telah meningkat sebanyak 230 persen pada tahun 2023 dan 2024.
Belum ada bukti ilmiah yang menjawab mengapa pembusukan otak ini bisa terjadi, namun ada beberapa ahli yang berhipotesis bahwa hormon dopamin yang dihasilkan dari proses menggulir media sosial berperan membentuk fenomena pembusukan otak ini.
Pembusukan otak ini dapat terjadi pada kelompok usia mana pun. Small mengatakan bahwa 5 miliar pengguna media sosial di seluruh dunia berpotensi mengalami kerusakan otak ini. Perempuan usia remaja adalah kelompok yang mendominasi penggunaan media sosial, dengan waktu menghabiskan waktu di media sosial setidaknya selama hampir dari tiga jam setiap harinya.
“Itu akan menyita waktu untuk kegiatan lain yang lebih memperkaya fungsi kognitif, (bisa saja) membaca, menekuni hobi, atau berkumpul dengan teman,” kata Small.
“Tapi ketika Anda hanya menggulir media sosial, otak Anda tidak dilatih. Otak Anda menjadi pasif. Itu tidak kan selalu membahayakan otak Anda, tetapi juga tidak akan membantu memperkuatnya,” tambah Small.
Dampak Brain Rot
Small mengatakan bahwa melihat layar secukupnya mungkin bukanlah suatu masalah. Namun, ketika terlalu lama menatap layar efeknya mungkin akan terasa.
“Karena terus menerus menggulir layar meningkatkan kadar dopamin otak, hal itu justru bisa menjadi kecanduan perilaku, di mana Anda merasa perlu melakukannya terus-menerus,” ungkap Small.
Beberapa efek dari terlalu sering menonton tayangan media sosial antara lain:
- Rentang Perhatian yang Lebih Pendek
Profesor psikologi di Universitas Harvard, Daniel Schacter mengatakan bahwa konten singkat dapat menyebabkan kesulitan fokus. Ini mungkin dapat menimbulkan kesulitan ketika menyelesaikan pekerjaan, membaca buku, bahkan mengobrol.
“Jika otak Anda terbiasa dengan konten singkat, akan lebih sulit baginya untuk fokus pada tugas yang lebih kompleks,” kata Daniel.
- Masalah Memori
Menyaksikan konten yang kurang bermanfaat selama berjam-jam di media sosial dapat menghilangkan kemampuan untuk mengigat. Sebuah riset menemukan bahwa konten internet dapat memengaruhi memori. Hal ini dapat meningkatkan kemungkinan melupakan memori tertentu, seperti tanggal ulang tahun ataupun petunjuk arah.
Masalah dalam Pemecahan MasalahMenurut Small, terlalu lama menonton layar dapat menipiskan bagian dari otak yang berfungsi mengendalikan ingatan, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah, yaitu korteks serebral. Berkurangnya jaringan di otak ini dapat menimbulkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
- Kecemasan
Terlalu lama menonton tayangan di media sosial dapat meningkatkan stres, ini dibuktikan langsung dalam sebuah penelitian, kondisi ini dapat memungkinkan tumbuhnya kecemasan. Menurut Small, stres kronis dapat memengaruhi daya ingat.
“Jika Anda terlalu banyak menonton, Anda menstimulasi otak Anda secara berlebihan,” kata Small.
Cara Mencegah Brain Rot
Beberapa cara yang bisa membantu mencegah pembusukan otak menurut Schater, antara lain:
- Tetapkan Batas Waktu Layar
Cara pertama untuk mencegah terjadinya pembusukan otak adalah mematuhi batas waktu menonton layar harian. Ini dapat dilakukan dengan mematikan seluruh notifikasi dari media sosial untuk bisa fokus.
Menurut Small, kebiasaan ini dapat dimulai dari tiga puluh detik hingga beberapa menit.
- Latihan Mindfulness
Penelitian menunjukkan bahwa mindfulness dapat membantu meningkatkan beberapa bagian di otak. Kesadaran sendiri dapat membantu mencegah kerusakan otak, latihan kesadarn dapat membantu otak kembali fokus.
“Ini dapat membantu Anda menghentikan kebiasaan menggulir linimasa media sosial tanpa berpikir,” kata Small menjelaskan latihan mindfulness.
Latihan ini dapat dimulai dengan menarik napas dalam-dalam selama 10 menit. “Tarik napas melalui hidung selama empat hitungan. Tahan selama empat hitungan, lalu embuskan napas melaui mulut selama empat hitungan lagi,” kata Small.
- Tetap Aktif Secara Fisik
Latihan fisik dapat meingkatkan aliran darah ke otak. Small menyebut aktivitas fisik dapat meningkatkan neuroplastisitas otak atau kemampuan untuk beradaptasi dan berkembang.
Menurut studi juga latihan fisik dapat membantu berkonsentrasi dan fokus, terutama pada remaja. Setidaknya selama 150 menit selama seminggu, olahraga perlu dilakukan.