Liputan6.com, Jakarta - Indonesia diproyeksikan menjadi tulang punggung ekonomi digital ASEAN pada tahun 2030, menyumbang 40% dengan estimasi nilai US$ 1 triliun.
Angka fantastis ini didorong oleh laju pesat layanan keuangan digital, e-commerce, dan platform berbasis seluler. Di balik pencapaian ini, teknologi cloud memainkan peranan sentral sebagai fondasi digitalisasi nasional.
Teknologi cloud, dengan segala fleksibilitas dan skalabilitasnya, menjadi enabler utama digitalisasi nasional. Namun, adopsi lingkungan hybrid atau multi-cloud oleh lebih dari 80% perusahaan di Indonesia dan global, juga memperluas permukaan serangan siber.
Ancaman siber diprediksi akan semakin kompleks dan canggih, seiring kemajuan teknologi. Data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat lonjakan insiden siber yang mengkhawatirkan sepanjang tahun 2024.
Lebih dari 26 juta kasus phishing, peningkatan lebih dari 30 kali lipat pada kasus web defacement, serta lonjakan drastis insiden kebocoran data dari 1,67 juta menjadi 56 juta kasus hanya dalam setahun, menjadi alarm keras bagi seluruh pelaku usaha.
"Statistik ini menjadi alarm bagi semua pelaku usaha bahwa strategi keamanan harus berkembang setara dengan ambisi digital," ujar Country Director Fortinet Indonesia, Edwin Lim, dalam keterangannya, Selasa (28/7/2025).
Laporan Fortinet 2025 State of Cloud Security Report mengungkap fakta mengejutkan, di mana 76% organisasi di Indonesia masih kekurangan keahlian dalam keamanan cloud.
Hanya 36% organisasi yang yakin mampu mendeteksi dan merespons ancaman di seluruh lingkungan cloud. Kesenjangan ini wajib segera diatasi demi menjamin ketahanan digital jangka panjang di Indonesia.
3 Pilar Ketahanan Cloud
Fortinet menegaskan ketahanan siber bukan sekadar membangun pertahanan, melainkan kemampuan organisasi untuk tetap beroperasi andal di tengah gangguan.
Untuk itu, diperlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan tiga elemen kunci: sumber daya manusia, proses, dan teknologi.
1. Talenta: Fondasi Ketahanan Siber
Kawasan Asia Pasifik menghadapi defisit besar tenaga kerja terampil di bidang keamanan siber, dengan kekosongan mencapai 3,3 juta posisi.
Indonesia telah mengambil langkah strategis melalui program Digital Talent Scholarship (DTS) yang menargetkan pencetakan 100.000 profesional digital pada tahun 2025.
Fortinet turut berkontribusi melalui program NSE Certification Program yang telah melatih lebih dari 550.000 individu di Asia Pasifik, memperkuat kapasitas tenaga kerja lokal dalam menghadapi dinamika ancaman siber.
“Tenaga kerja yang memahami ancaman siber dan cara menghadapinya merupakan garis pertahanan pertama dalam keamanan digital,” Edwin Lim menegaskan.
2. Proses: Membangun Struktur Ketahanan
Kekurangan proses yang jelas kerap menjadi penghambat respons cepat saat insiden siber terjadi. Fortinet mendorong perusahaan untuk:
- Menyusun protokol respons insiden yang kokoh.
- Memperjelas pembagian peran dan tanggung jawab dalam situasi darurat.
- Terlibat aktif dalam ekosistem berbagi intelijen ancaman.
- Menumbuhkan transparansi dan keterbukaan dalam pelaporan keamanan.
Dengan struktur yang baik, perusahaan dapat beralih dari pendekatan reaktif menuju ketahanan yang terstruktur dan kolaboratif.
3. Teknologi: Platform Terpadu sebagai Kebutuhan Mutlak
Menghadapi kompleksitas cloud, pendekatan keamanan yang terfragmentasi tidak lagi memadai. Perusahaan perlu beralih ke platform keamanan yang terintegrasi dan cerdas.
Solusi seperti FortiCNAPP dan FortiFlex dari Fortinet menawarkan visibilitas menyeluruh, penegakan kebijakan yang kuat, serta kontrol presisi terhadap infrastruktur cloud.
Solusi ini dilengkapi fitur deteksi ancaman berbasis AI secara real-time, respons otomatis, dan perlindungan adaptif. Penerapan strategi zero-trust dan remediasi risiko otomatis menjadi landasan penting dalam menjaga kelangsungan operasional digital.
Indonesia di Titik Krusial Amankan Ekonomi Digital
Edwin Lim menilai Indonesia berada di titik krusial. Keamanan siber harus bertransformasi dari fungsi pendukung menjadi elemen strategis dalam seluruh perjalanan digital.
"Keputusan yang kita ambil hari ini--tentang bagaimana kita melatih SDM, membangun proses yang tangguh, dan mengamankan cloud--akan sangat menentukan arah masa depan digital kita," tuturnya.
Dengan konsolidasi platform, penutupan kesenjangan keterampilan, serta integrasi keamanan ke dalam setiap lapisan digitalisasi, Indonesia dapat membangun fondasi digital yang aman dan berkelanjutan.
Ambisi digital tanpa keamanan yang kuat bukanlah keunggulan, melainkan risiko. Namun dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat mengubah ambisi ini menjadi kekuatan yang melindungi inovasi, memperkuat kepercayaan publik, dan mempercepat transformasi menuju ekonomi digital tangguh.