Liputan6.com, Jakarta - Buat kamu yang sudah pernah berpergian dengan pesawat pasti mengetahui hal ini. Menegakkan kursi saat take off (lepas landas) dan landing (mendarat) sangat dianjurkan oleh pihak maskapai penerbangan.
Umumnya, seorang pramugari akan datang dan meminta kamu untuk menegakkan sandaran kursi pesawat serta melipat meja.
Mungkin larangan ini akan cukup menjengkelkan, terutama saat kamu sedang bersiap untuk rehat sejenak.
Namun sebenarnya seberapa penting larangan ini dan apa manfaatnya bagi kamu yang harus melakukannya setiap kali naik pesawat komersial?
Perlu diketahui larangan biasanya diciptakan karena adanya sebuah masalah yang menjadi fokus pertimbangan bersama dalam suatu ikatan sosial masyarakat di wilayah tertentu.
Menurut John J. Nance, seorang spesialis sistem keselamatan penerbangan saat sesi wawancara dengan Popular Science, dikutip Selasa (29/7/2025), “Dalam kondisi genting di mana sudut pandang tertutup asap, tentunya kamu tidak ingin mendapati hambatan seperti kursi atau pun bertabrakan dengan 150-180 orang yang ingin keluar dari 'burung besi'”.
Oleh karena itu, hal tersebut selaras dengan apa yang terjadi pada penetapan aturan oleh maskapai penerbangan.
Mereka melihat kepentingan bersama manusia dengan menyoroti ragamnya kebutuhan individu saat terjadi sebuah proses evakuasi pesawat yang setidaknya berlangsung cepat selama 90 detik.
Pertimbangan Aspek Kebutuhan Individu dalam Kelompok Penumpang
Selama ini manusia telah terbiasa untuk membuat suatu norma ketika melihat sebuah ketimpangan yang terjadi dalam lingkungan masyarakatnya.
Karena dengan penerapan peraturan yang ada, setidaknya dampak buruk dari pelanggaran dapat diminimalkan.
Dalam hal ini, imbauan menegakkan kursi saat take off dan landing dibuat untuk mempercepat proses evakuasi apabila terjadi insiden kecelakaan pesawat.
Sebelumnya, Federal Aviation Administration (FAA) telah menerapkan aturan pembatasan durasi evakuasi yang aman selam 90 detik. Terbilang sangat cepat di kalangan penumpang pesawat yang tidak semuanya sehat dikala terjadinya gonjang-ganjing keadaan darurat.
Sebenarnya, penetapan pembatasan evakuasi tersebut juga pernah mengalami kritik dan ajuan untuk revisi, namun asosiasi tidak menginginkan adanya pengubahan durasi yang akan memperlambat proses evakuasi.
Masalahnya meskipun terbilang cepat, aturan ini diambil dari hasil simulasi yang diikuti oleh orang-orang sehat dan bugar di situasi dan kondisi yang aman terkendali.
Selain itu, aturan ini juga terbilang sudah lawas, karena kebijakan ini tidak mengalami perubahan awal di cetuskannya pada tahun 1960-an sampai sekarang.
Paradoks Cepatnya Waktu dan Situasi Kondisi
Memang waktu 90 detik terbilang cepat sekali untuk mengeluarkan seluruh penumpang pesawat komersial yang jumlahnya sekitar 150-180 orang. Akan tetapi, di dalam kondisi genting hal ini memang menjadi sebuah kewajiban.
Satu hal yang perlu digaris bawahi, karena paraturan ini diambil dari sampel penumpang yang masih sehat dan bugar, tentu akan ada potensi terjadinya perenggangan waktu.
Potensi tersebut dapat terjadi bukan hanya berlandaskan pada faktor keterbatasan fisik, namun juga karena ketidakmampuan manusia dalam memprediksi insiden apa yang akan terjadi.
Hal ini tentu menimbulkan paradoks yang cukup membingungkan. Pertama, proses evakuasi perlu dilakukan secepat mungkin dalam waktu kurang dari 90 detik agar tidak terjadi pelanggaran. Kedua, banyak faktor yang dapat memperlambat terjadinya proses evakuasi.
Oleh karena itu, seluruh maskapai penerbangan di dunia terpaksa untuk membuat satu aturan tambahan yakni imbauan menegakkan kursi dan meja saat take off dan landing.
Aturan ini dibuat untuk mempertimbangkan kapabilitas penumpang lain yang memiliki kondisi keterbatasan tubuh. Sehingga proses evakuasi dapat berlangsung dengan lebih efisien.