Selain Halusinasi AI, Apa Benar Kecerdasan Buatan Bisa Bikin Orang Kena Psikosis?

1 day ago 5
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

Liputan6.com, Jakarta - Kasus chatbot Artificial Intelligence (AI) yang "berhalusinasi" atau mengarang fakta sudah sering terdengar dan terjadi. Namun, sekarang muncul sebuah permasalahan baru yang berpotensi lebih berbahaya dan masih belum dikenal oleh publik.

Mengutip Mashable, Rabu (20/8/2025), “AI Psychosis” (Psikosis AI) adalah sebuah fenomena yang mulai dilaporkan oleh beberapa orang dan didiagnosis oleh beberapa ahli terjadi setelah pengguna setia chatbot melakukan periode interaksi yang sangat intensif.

Untuk mengenal lebih dalam, Psychosis atau “Psikosis” sendiri adalah sebuah keadaan kehilangan kontak dengan realitas dari mental seseorang. Kondisi ini seringkali disertai dengan delusi (keyakinan salah) dan juga halusinasi yang dirasakan nyata.

Uniknya, walau di Indonesia hal seperti ini belum atau tidak pernah dijumpai, para psikiater di Amerika Serikat (AS) sudah mulai menemukan dan merawat pasien di rumah sakit yang mengidap permasalahan ini.

Salah satu kasus yang mencuat berasal dari seorang pengguna ChatGPT. Setelah berkonsultasi dengan chatbot tersebut, ia menjadi yakin telah menemukan formula matematika baru yang akan membuatnya kaya.

Delusi ini menjadi semanis madu karena pada awalnya AI mengakui bahwa ia memang menemukan suatu rumus baru, namun akhirnya, bot mengkonfirmasi bahwa dirinya baru saja membenarkan sebuah ilusi tak nyata.

Seorang psikiater dari University of California, Dr. Keith Sakata, menilai bahwa mesin pesan kecerdasan buatan bisa menjadi sangat berbahaya.

"Psikosis berkembang pesat saat realitas berhenti melawan, dan AI benar-benar dapat meruntuhkan realitas dengan membenarkan delusi pengguna," katanya.

Dengan kata lain, AI yang selalu setuju bisa membuat pemikiran delusi seseorang menjadi lebih kuat. Dalam beberapa kasus bisa memicu percobaan bunuh diri apabila korban curhat dengan chatbot terkait masalah kehidupan yang terlalu dalam dan gelap.

Faktor Pemantik Psikosis

Sebenarnya pemicu utama dari kondisi psikosis perlu ditegaskan ulang karena AI bukan satu-satunya penyebab psikosis dan bukan pencipta kondisi mental. Kecerdasan buatan hanya menjadi perantara pendorong yang dapat memperburuk kondisi seseorang yang sudah rentan.

Menurut Sakata, kerentanan mendasar yang paling umum ditemukan pada pasiennya adalah perasaan isolasi dan kesepian. Pasien dengan kondisi seperti ini cenderung sudah terputus dari lingkungan sosial mereka.

Karena merasa dicampakkan dari lingkungan sosial, mereka mulai menggunakan teknologi AI untuk mengeksplorasi masalah atau pertanyaan kompleks. Akhirnya, mereka mengembangkan delusi atau sebuah keyakinan salah yang dipegang teguh.

Selain itu, interaksi yang panjang dan intens dengan chatbot juga menjadi faktor risiko. Penggunaan teknologi ini dapat mengurangi waktu tidur dan kesempatan untuk menguji apakah delusi mereka benar atau bertolak belakang dengan realitas.

Kemudian, kepercayaan yang terlalu tinggi pada chatbot juga berbahaya. Hal ini membuat seseorang menjadi lebih sulit untuk menyadari ketika AI sedang membuat kesalahan atau bahkan berhalusinasi.

Terakhir, sifat AI yang cenderung terlalu penurut atau penjilat (sycophantic). Berpotensi membuatnya selalu setuju dan terus-menerus memperkuat keyakinan salah dari pengguna.

Gejala Pengidap Psikosis AI

Satu hal yang perlu diketahui, meskipun masuk ke dalam kondisi gangguan mental, psikosis sendiri adalah sebuah gejala, bukan penyakit. Menurut Sakata, ini mirip seperti demam yang menandakan adanya masalah di dalam tubuh.

Psikosis hanyalah sebuah tanda bahwa "otakmu tidak memproses dengan benar". Tidak ada bukti bahwa penggunaan AI dapat menyebabkan gangguan psikotik spesifik seperti skizofrenia.

Berikut adalah beberapa tanda atau gejala bahwa seseorang mungkin sedang mengalami psikosis, antara lain: 

  • Perilaku mendadak berubah, seperti tidak makan atau pergi bekerja
  • Keyakinan pada ide-ide baru atau muluk-muluk
  • Kurang tidur
  • Pemutusan hubungan dari orang lain
  • Aktif setuju dengan potensi delusi
  • Merasa terjebak dalam putaran umpan balik
  • Menginginkan kerugian pada diri sendiri atau orang lain

Mengingat gejala di atas, pengguna kini harusnya lebih berhati-hati. Semakin banyak interaksi dengan AI, gejalanya akan kian parah.

Pada awalnya, gejalanya tampak sangat ringan hanya dengan mengurangi waktu tidur atau lebih sering mengobrol dengan bot, tetapi dalam jangka panjang, gejala ini dapat berubah menjadi kondisi pikiran yang sangat menjauh dari kenyataan.

Oleh karena itu, mengenali tanda-tanda awal ini akan berperan penting dalam upaya pencegahan dan pengobatan sebelum berkembang lebih lanjut.

Langkah Penanganan

Jika kamu atau orang terdekat menunjukkan gejala-gejala di atas, mungkin langkah pertama adalah segera mencari bantuan. Jangan ragu untuk menghubungi dokter atau psikiater, lupakan stigma hanya orang gila yang berkonsultasi dengan dokter kejiwaan.

Selain bantuan profesional, Sakata menekankan bahwa mengandalkan dukungan sosial dari teman dan keluarga adalah kunci utama dalam proses pemulihan dari kondisi psikosis ini.

Sampai saat ini belum ada pengobatan yang spesifik untuk Psikosis AI. Perawatan akan sangat bervariasi tergantung pada tingkat keparahan gejala dan penyebab mendasar dari kondisi pasien.

Salah satu metode yang dianggap efektif adalah Cognitive Behavioral Therapy (Terapi Perilaku Kognitif). Setelah menjalani terapi ini, kemungkinan untuk mengenali dan membingkai ulang pemikiran delusi dari pasien dapat meningkat secara perlahan.

Untuk kasus yang lebih parah, dokter mungkin akan memberikan resep obat-obatan. Misalnya seperti antipsikotik atau penstabil suasana hati untuk membantu meredakan gejala yang muncul.

Terakhir, dukungan komunitas dari sesama penderita dan pemantauan penggunaa AI juga sangat membantu.