Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri sepakat untuk mengintegrasikan data kependudukan dengan layanan perpajakan.
Kesepakatan itu diresmikan melalui penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) antara Dirjen Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto dan Dirjen Dukcapil Kemendagri Teguh Setyabudi pada 29 Juli 2025.
“Kerja sama ini merupakan upaya integrasi dan pemanfaatan data lintas sektor untuk memperkuat basis data perpajakan dan administrasi kepemerintahan,” kata Bimo dalam keterangan resmi DJP di Jakarta, Rabu.
Kerja sama tersebut mencakup validasi data Nomor Induk Kependudukan (NIK), pemutakhiran data kependudukan dan pemberian layanan face recognition untuk mendukung administrasi dan pengawasan perpajakan.
Menurut Bimo, PKS ini merupakan bagian dari komitmen dalam melaksanakan reformasi perpajakan, memperkuat tata kelola administrasi perpajakan dan meningkatkan efektivitas pelayanan publik.
DJP terus memperkokoh fondasi sistem administrasi perpajakan melalui pengembangan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax DJP).
Sementara itu, Dirjen Dukcapil Kemendagri Teguh Setyabudi menyatakan siap mendukung pemberian hak akses dan pemanfaatan data kependudukan untuk DJP.
Ia juga menambahkan bahwa secara regulasi, data kependudukan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, serta penegakan hukum dan pencegahan tindak kriminal.
Sebelumnya, DJP juga merilis Piagam Wajib Pajak (Taxpayers’ Charter) yang mengatur masing-masing 8 hak dan kewajiban pembayar pajak.
Piagam Wajib Pajak yang tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2025 merupakan dokumen resmi yang memuat secara eksplisit hak dan kewajiban wajib pajak.
Piagam itu, menurut Bimo, merupakan kodifikasi dari berbagai ketentuan undang-undang perpajakan, mulai dari UUD 1945, UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), dan undang-undang lainnya.
“Ini akan menjadi pedoman bagi tenaga-tenaga kami, penegakan hukum di seluruh kantor Indonesia, dan menjadi prinsip etik untuk memastikan Indonesia memiliki sistem pajak yang transformatif, berkeadilan, berkepastian hukum dan adil,” ujar Bimo.
Baca juga: DJP rilis Piagam Wajib Pajak, atur 8 hak dan kewajiban pembayar pajak
Baca juga: DJP buka suara soal rencana pungutan pajak pedagang e-commerce
Baca juga: Ditjen Pajak dan Satgassus Polri akan sasar aktivitas "shadow economy"
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.