Jakarta (ANTARA) - Hampir setiap sore, lelaki yang suka mengenakan ikat kepala itu memeriksa kotak-kotak kayu yang tersusun rapi di lingkungan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB).
Hal itu dilakukan untuk memastikan kotak-kotak kayu yang disebutnya sebagai "apartemen" lebah tersebut berisikan koloni lebah. Lebih dari 10 tahun, lelaki yang memiliki nama lengkap Prof Ahmad Sulaeman itu bergelut dengan lebah.
Ketertarikannya pada lebah berawal dari ayat Alquran, tepatnya Surat An-Nahl ayat 68, yang berbunyi, "Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah. Buatlah sarang-sarang di pegunungan, pepohonan, dan bangunan yang dibuat oleh manusia."
Guru Besar bidang keamanan dan gizi IPB itu memaknai bahwa secara tersirat ada perintah dari Allah pada msnusia untuk memelihara lebah. Ada fardu kifayah atau kewajiban bersama untuk memelihara lebah yang dari dalam perutnya keluar cairan bermanfaat bagi manusia.
Lebah yang yang dibudidayakan di "apartemen" itu adalah jenis trigona yang tanpa sengat (stingless bee), yakni Tetraganula biroi, Heterotrigona itama, dan Tetraganula laeviceps.
Selama ini, lebah jenis tersebut hidup di dalam lubang di batang pohon. Jika mengambil madunya, maka pohon tersebut harus ditebang. Dari situ, tercetus ide untuk menciptakan "apartemen" lebah yang serupa dengan lubang di dalam pohon. Maka lahirlah inovasi "apartemen" stup atau wadah susun tiga
Stup susun tiga itu, menjadi tempat lebah mengumpulkan nektar, resin, dan juga polen. Selain itu, stup juga menjadi tempat lebah berkembang biak dan menciptakan koloni baru yang terdiri dari lebah ratu, lebah pekerja, dan pejantan dalam satu koloni.
Dalam satu "apartemen" terdapat beberapa kumpulan koloni. Selama ini, lebah dibudidayakan di kotak kecil, sehingga hasilnya kurang maksimal.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.