Jakarta (ANTARA) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 1 juta rekening yang diduga terkait dengan tindak pidana, berdasarkan hasil analisis dan pemeriksaan PPATK sejak 2020.
Melalui keterangannya di Jakarta, Rabu, Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK M. Natsir Kongah merinci bahwa dari 1 juta rekening tersebut, lebih dari 150 ribu di antaranya merupakan rekening nominee yang diperoleh melalui jual beli rekening, peretasan, atau cara lain yang melawan hukum.
Rekening-rekening ini kemudian digunakan untuk menampung dana hasil tindak pidana dan menjadi tidak aktif (dormant).
Sementara lebih dari 50 ribu rekening di antaranya tercatat tidak memiliki aktivitas transaksi sebelum menerima aliran dana ilegal.
PPATK juga menemukan lebih dari 10 juta rekening penerima bantuan sosial (bansos) yang tidak pernah digunakan selama lebih dari 3 tahun.
Dana bansos sebesar Rp 2,1 triliun hanya mengendap, mengindikasikan bahwa penyaluran belum tepat sasaran.
Selain itu, PPATK menemukan lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran yang dinyatakan dormant, dengan total dana mencapai Rp500 miliar. Padahal secara fungsi, rekening ini seharusnya aktif dan terpantau.
“Hal ini jika didiamkan akan memberikan dampak buruk bagi ekonomi Indonesia, serta merugikan kepentingan pemilik sah dari rekening tersebut,” kata Natsir.
PPATK merekomendasikan seluruh sektor perbankan untuk memperketat pengelolaan rekening dormant.
Hal ini mencakup perbaikan kebijakan know your customer (KYC), penerapan customer due diligence (CDD) secara menyeluruh, serta imbauan agar nasabah aktif menjaga kepemilikan rekeningnya.
Meski bank telah menerapkan standar perlindungan terbaik, PPATK menegaskan bahwa partisipasi aktif dari pemilik rekening tetap diperlukan.
PPATK memastikan hak masyarakat tetap terlindungi. Langkah ini sejalan dengan Asta Cita Pemerintah serta tugas, fungsi dan kewenangan PPATK.
Apabila menerima notifikasi rekening dormant, nasabah diimbau untuk segera menghubungi pihak bank guna proses verifikasi lebih lanjut. Hal ini penting dilakukan demi keamanan data dan dana nasabah.
“Rekening yang tidak terpakai bisa jadi celah kejahatan. Mari jaga rekening kita, jaga Indonesia dari kejahatan keuangan,” kata Natsir.
Sebagai informasi, nasabah yang mengalami penghentian sementara pada rekeningnya dapat mengaktifkannya kembali dengan mengikuti beberapa langkah.
Pertama, nasabah harus mengajukan keberatan dengan mengisi formulir terlebih dahulu melalui tautan bit.ly/FormHensem.
Selanjutnya, nasabah dapat menunggu proses review dan pendalaman oleh PPATK dan bank. Proses review dan pendalaman memakan waktu 5 hari kerja dan dapat diperpanjang 15 hari kerja, tergantung kelengkapan dan kesesuaian data serta hasil review, sehingga total estimasi waktu 20 hari kerja.
Nasabah dapat melakukan pengecekan secara mandiri untuk mengetahui apakah rekening tersebut sudah dibuka atau aktif kembali.
Hal ini dapat dilakukan melalui mesin ATM, mobile banking, maupun pengecekan secara langsung kepada pihak bank.
Baca juga: PPATK ungkap 140 ribu rekening "dormant" 10 tahun senilai Rp428 miliar
Baca juga: Menko Polkam pastikan dana nasabah aman walau rekening diblokir PPATK
Baca juga: BNI ungkap cara mengaktifkan kembali rekening yang diblokir PPATK
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.