Liputan6.com, Jakarta - Banyak orang tua belum menyadari bahwa saluran pencernaan bukan hanya berfungsi mencerna makanan, tapi juga berperan penting dalam mendukung kecerdasan anak. Dokter Spesialis Anak dari RS EMC Pekayon, dr. S. Tumpal Andreas C., M.Ked (Ped), Sp.A menyebut saluran pencernaan sebagai “otak kedua” karena fungsinya sangat vital dalam tumbuh kembang Si Kecil.
"Saluran pencernaan itu adalah otak kedua karena dia yang menyerap semua nutrisi penting buat otak. Kalau ususnya nggak sehat, apa yang mau diserap?," ujar dr. Andreas kepada Health Liputan6.com pada Senin, 28 Juli 2025.
Dalam dunia medis, kata dr. Andreas, dikenal istilah brain-gut axis, yaitu hubungan dua arah antara otak dan sistem pencernaan.
Otak mengatur pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Namun, semua itu hanya bisa berjalan optimal jika didukung oleh nutrisi yang cukup, yang diserap melalui saluran cerna.
"Otak adalah pusat segalanya, tapi dia butuh bahan bakar. Karbohidrat, protein, lemak, vitamin, semua harus diserap sempurna lewat saluran cerna. Kalau nggak diserap, otak pun nggak bisa maksimal kerjanya," tambahnya.
Jajanan Anak Jadi Tantangan Besar
Sayangnya, di era sekarang, anak-anak justru terbiasa mengonsumsi jajanan ultra processed food seperti seblak instan, keripik pedas, hingga makanan dengan kandungan MSG dan gula tinggi. Hal ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi dokter anak dan tentu saja orang tua.
"Masalahnya, orang tua sering berpikir menyehatkan pencernaan cukup dengan kasih obat A atau probiotik B. Padahal, langkah awalnya ya kasih makanan sehat yang bergizi seimbang," kata dr. Andreas.
Dia menyarankan agar orang tua mulai memperhatikan komposisi makanan anak setiap hari, mulai dari karbohidrat, protein, lemak, serta vitamin dan mineral dari sumber makanan alami. Hindari memberikan makanan ultra processed food secara rutin.
Edukasi Anak Dimulai dari Orang Tua
Menurut dr. Andreas, anak-anak adalah peniru ulung. Apa yang dilakukan orang tua akan ditiru oleh anak, termasuk dalam hal kebiasaan makan.
Karena itu, edukasi sebaiknya dimulai dari teladan, bukan sekadar larangan. "Kalau orang tuanya masih beli makanan instan, simpan di kulkas, dan makan diam-diam, anak pasti ikut. Anak itu follower. Dia copy orang tuanya," ujarnya.
Daripada melarang total, dia menyarankan agar orang tua membatasi dan mengedukasi anak secara perlahan. "Kalau kita langsung bilang itu dosa, anak malah penasaran dan cari dosa lain. Edukasi harus disertai contoh nyata," tambahnya.
Usus Sehat, Stimulasi Jalan
Selain nutrisi, stimulasi juga penting dalam mendukung perkembangan otak anak. Namun, stimulasi pun tidak akan maksimal jika anak kekurangan nutrisi karena saluran cernanya tidak sehat.
dr. Andreas membagikan cara efektif menstimulasi anak untuk belajar bicara. "Mau ajarin anak ngomong ‘gajah’? Jangan cuma nunjuk buku dan bilang ‘ini gajah’. Nggak akan masuk. Tapi, kalau kamu bilang, ‘Wow, ada gajah!’ sambil ekspresif, anak akan perhatikan dan mengulang," katanya.
dr. Andreas mengingatkan pentingnya menjaga kesehatan anak sejak dini untuk menyongsong masa depan yang lebih baik, termasuk menuju target Indonesia Emas 2045.
"Kalau kita mau anak-anak Indonesia pintar dan sehat di masa depan, ya mulai sekarang saluran pencernaannya harus dijaga. Kita yang harus contohin dulu sebagai orang tua," pungkasnya.