Jakarta (ANTARA) - Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Syuhada Arief menilai Bank Indonesia (BI) masih memiliki ruang untuk kembali menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) hingga ke level 5,0 persen pada akhir 2025 menyusul tanda-tanda perbaikan ekonomi nasional.
“Kami memperkirakan BI akan tetap mempertahankan kebijakan pro-growth untuk benar-benar memperkuat kondisi ekonomi, apalagi di tengah inflasi yang terjaga, nilai tukar rupiah yang sudah lebih stabil, berlalunya ketidakpastian tarif,” kata Arief dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Ia menerangkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 yang tercatat 5,12 persen secara tahunan (yoy) patut disyukuri karena membalik tren penurunan dalam beberapa kuartal terakhir.
Namun, menurutnya, pembalikan arah ini belum cukup kuat untuk disimpulkan akan berlanjut secara konsisten. Proyeksinya didukung oleh median konsensus pasar yang juga memprediksi BI Rate akan turun menjadi 5,0 persen di akhir tahun ini.
Lebih lanjut, memasuki paruh kedua 2025, Arief menilai dinamika makroekonomi global dan domestik masih mendukung pasar obligasi Indonesia. Minat investor didorong oleh meningkatnya preferensi terhadap aset di luar AS, pelemahan dolar AS, serta prospek penurunan suku bunga acuan baik di AS (FFR) maupun di Indonesia.
“Ekspetasi siklus penurunan suku bunga ini pun sebenarnya masih berlanjut di 2026, sehingga hal ini semakin mendukung daya tarik pasar obligasi ke depannya,” jelasnya.
Faktor positif lainnya adalah komitmen pemerintah menjaga disiplin fiskal dengan defisit di bawah 3 persen dari produk domestik bruto (PDB), yang mendapat pengakuan lembaga pemeringkat internasional.
Hal ini juga didukung lembaga pemeringkat S&P yang mengafirmasi peringkat utang Indonesia di level ‘BBB’ dengan outlook stabil pada Juli lalu, mencerminkan persepsi positif investor terhadap kondisi fiskal nasional.
Dalam kondisi keuangan global seperti ini, Arief menyampaikan bahwa MAMI saat ini fokus pada obligasi pemerintah dan korporasi dengan tenor pendek hingga menengah.
Baca juga: BRI: Penurunan BI-Rate positif bagi pendanaan maupun kredit
Baca juga: OJK: Penurunan bunga kredit pertimbangkan kondisi masing-masing bank
Baca juga: LPS akan sesuaikan TBP agar dukung transmisi kebijakan moneter
Pilihan ini didasarkan pada keyakinan bahwa The Fed dan BI akan menurunkan suku bunga acuan di semester kedua tahun ini. Selain itu, MAMI meningkatkan alokasi pada obligasi korporasi berkualitas tinggi yang menawarkan premium imbal hasil menarik.
“Kami melakukan analisa komprehensif termasuk analisa risiko kredit mandiri, sehingga kami tidak bergantung kepada lembaga pemeringkat rating eksternal obligasi. Selain itu, kami melakukan analisis risiko likuiditas dengan menganalisis data historis transaksi ataupun ketersediaan harga bid dan offer di pasar termasuk kedalaman volume bid-offer tersebut,” ujarnya.
Dengan kondisi pasar yang suportif, outlook pasar obligasi Indonesia hingga akhir 2025 juga dinilai masih positif.
"Analisis kompabilitas juga menjadi pertimbangan penting dengan membandingkan yield spread premium terhadap imbal hasil obligasi pemerintah ataupun imbal hasil relatif terhadap obligasi korporasi lain yang sejenis (contoh dengan peringkat kredit yang sama dan durasi yang sama)," tambahnya.
Baca juga: Permata Bank prediksi ekonomi RI tumbuh 4,99 persen yoy pada 2025
Baca juga: Danantara yakin bisa jadi motor pertumbuhan ekonomi tujuh persen
Baca juga: OJK: Pasar modal RI berperan penting dalam menopang stabilitas ekonomi
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Indra Arief Pribadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.