Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menyatakan pihaknya memperkirakan perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 4,99 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada tahun ini.
"Proyeksi kami di keseluruhan tahun ini di kisaran 4,8 sampai dengan 5,1 persen (yoy), ataupun point estimate-nya (nilai estimasinya) di 4,99 (persen yoy), artinya sedikit di bawah 5 persen,” kata Josua Pardede di Jakarta, Senin.
Angka tersebut lebih rendah dibandingkan target awal pemerintah sebesar 5,2 persen yoy serta capaian pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan II 2025 sebesar 5,12 persen yoy.
Meskipun demikian, proyeksi tersebut masih lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan I 2025 sebesar 4,87 persen yoy.
Josua menuturkan konsumsi rumah tangga, ekspor, pengeluaran pemerintah, serta investasi masih akan menjadi pilar pendorong pertumbuhan ekonomi nasional pada semester II mendatang.
Namun, ia memproyeksikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan kembali normal, bahkan mengalami sedikit penurunan pada triwulan III.
Ia mengatakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan tersebut tidak akan setinggi pada triwulan II karena minimnya cuti bersama dan libur panjang yang dapat mendorong pengeluaran belanja dan perjalanan secara signifikan.
“Di kuartal III dan kuartal IV pendorong utamanya masih dari konsumsi, tapi kami melihat akan ada normalisasi, ada penurunan di kuartal III karena di kuartal II tadi ada cukup banyak libur hari besar keagamaan,” jelas Josua.
Selain konsumsi rumah tangga, ia memprediksi bahwa kinerja ekspor dan investasi juga akan menurun pada semester II 2025.
Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh mulai diterapkannya tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) serta sudah terjadinya lonjakan ekspor dan investasi pada triwulan II sebelumnya.
Walaupun demikian, ia menilai pengeluaran pemerintah masih akan meningkat di dua triwulan mendatang, sehingga dapat menjaga pertumbuhan ekonomi nasional.
Josua mengatakan aturan baru tentang pelaksanaan efisiensi anggaran yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 dapat memberikan kepastian hukum serta mempercepat belanja pemerintah di sektor-sektor strategis.
Ia menyampaikan aturan tersebut dapat mendorong adanya realokasi dari pos belanja yang memiliki efek pengganda (multiplier effect) yang rendah, seperti perjalanan dinas, ke berbagai program prioritas pemerintah.
“Berikutnya juga adalah spending (pengeluaran/belanja) pemerintah ini juga perlu menyasar kepada peningkatan produktivitas dari sektor-sektor industri,” imbuh Josua.
Baca juga: Pertumbuhan 5,12 persen jadi sinyal baik perkembangan ekonomi RI
Baca juga: BI tetap prakirakan ekonomi Indonesia tumbuh 4,6-5,4 persen pada 2025
Baca juga: Ekonom proyeksikan ekonomi RI bisa tumbuh 5,2 persen sepanjang 2025
Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.