Liputan6.com, Jakarta - Taiwan kini menjadi salah satu destinasi populer bagi mahasiswa Indonesia yang ingin menempuh pendidikan di bidang medis dan keperawatan.
Biaya hidup yang terjangkau, kualitas pendidikan tinggi, hingga peluang kerja dengan gaji menggiurkan menjadi alasan utama banyak pelajar melirik negara ini sebagai tujuan studi.
Ketua Ikatan Citra Alumni Taiwan Indonesia (ICATI) Jakarta, Simon Hu, mengungkapkan biaya hidup mahasiswa di Taiwan relatif rendah dibandingkan negara lain dengan kualitas pendidikan setara.
"Dulu, di Taipei untuk mahasiswa atau pelajar, biaya hidup per bulan berkisar antara 3.000 hingga 4.000 NTD, atau sekitar Rp500 ribu per bulan. Itu pun sudah mencakup kebutuhan dasar," kata Simon di Taiwan Higher Education Fair 2025.
Hal senada diungkapkan BZ, calon mahasiswa asal Pantai Indah Kapuk, yang tertarik kuliah di Taiwan karena biaya murah, pilihan jurusan beragam, dan jarak yang relatif dekat dari Indonesia.
"Aku pengin kuliah di bidang riset dan teknologi. Maunya sih di Rusia, tapi kalau kangen sama Indonesia, susah pulangnya," ujarnya sambil tertawa saat berbincang dengan Health Liputan6.com.
Sang ibu yang mendampingi BZ pun menimpali,"Maklum anak satu-satunya. Kalau kejauhan, ibunya kangen."
Simon menambahkan, selain kedokteran dan keperawatan, Taiwan memiliki reputasi global di sektor riset dan teknologi, terutama industri semikonduktor.
Sementara itu, Indonesia kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah.
Minat Tinggi Mahasiswa Indonesia di Bidang Medis dan Sains
Salah satu langkah nyata ICATI dalam mempererat kerja sama pendidikan adalah menggelar Taiwan Higher Education Fair, pameran pendidikan tinggi yang diselenggarakan setiap tahun.
Acara ini mempromosikan peluang studi di Taiwan, mulai dari program sarjana hingga kedokteran. "Tahun ini ada 48 universitas yang hadir menawarkan berbagai program studi. Banyak pula beasiswa menarik yang tersedia bagi pelajar Indonesia," kata Simon.
Menurut Simon, cukup banyak pelajar Indonesia yang menempuh pendidikan medis di Taiwan, baik di bidang kedokteran umum, kedokteran gigi, maupun ilmu medis lainnya.
Namun, dia tak menampik bahwa ada tantangan yang harus dihadapi lulusan jika ingin berkarier di Indonesia,"Masalahnya, ijazah dari luar negeri, termasuk Taiwan, belum diakui oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Jadi, lulusan harus mengikuti proses penyesuaian dan sertifikasi ulang."
Ini merupakan tantangan besar. Apalagi bahasa pengantar kuliah medis di Taiwan menggunakan Mandarin, yang berbeda dengan standar medis berbahasa Inggris.
Proses penyetaraan ini disebut Simon cukup rumit dan memakan waktu. Perbedaan bahasa, terutama dalam istilah anatomi dan medis, menjadi salah satu kendala utama yang menyebabkan proses akreditasi berjalan ketat.
Peluang Karier Luas di Taiwan Menjanjikan
Meski terkendala untuk langsung berpraktik di Indonesia, lulusan kedokteran dari Taiwan justru memiliki peluang besar untuk berkarier di luar negeri, khususnya di Taiwan sendiri.
"Di Taiwan, dokter sangat dibutuhkan. Bahkan, yang paling besar kebutuhannya adalah tenaga perawat. Kekurangannya sangat signifikan, dan gajinya tergolong tinggi," kata Simon.
Menurutnya, bidang keperawatan menjadi salah satu sektor dengan permintaan tenaga kerja terbesar di Taiwan. Mahasiswa Indonesia yang menempuh studi keperawatan memiliki peluang besar untuk langsung bekerja setelah lulus.
"Kebutuhan perawat di Taiwan sangat besar sekali. Selain gaji yang tinggi, lulusan juga punya prospek kerja luas, baik di Taiwan maupun di negara lain," tambahnya.
Simon menegaskan bahwa gaji perawat di Taiwan termasuk menggiurkan, terutama jika dibandingkan dengan biaya hidup di sana.
Meskipun angka pastinya bervariasi tergantung pengalaman dan institusi tempat bekerja, rata-rata penghasilan tenaga medis di Taiwan mampu memberikan kehidupan yang nyaman.
"Selain itu, pengalaman kerja di Taiwan akan sangat dihargai jika nanti mereka ingin pindah ke negara lain. Banyak negara yang mengakui pengalaman kerja tenaga medis dari Taiwan," ujarnya.
Kebutuhan Tenaga Kerja yang Menguasai Bahasa Mandarin
Selain bidang medis, Simon juga menyoroti besarnya kebutuhan tenaga kerja di Indonesia yang menguasai bahasa Mandarin.
"Banyak perusahaan Taiwan yang masuk ke Indonesia, tapi kita kekurangan lulusan yang bisa berbahasa Mandarin. Jadi, selain pengetahuan akademis, kemampuan bahasa juga menjadi nilai tambah besar," katanya.
Hal ini membuat lulusan perguruan tinggi Taiwan, terutama yang berasal dari Indonesia, memiliki daya saing tinggi di pasar kerja.
Mereka tidak hanya menguasai bidang keilmuannya, tetapi juga mampu menjembatani komunikasi antara perusahaan Taiwan dengan tenaga kerja lokal.
Dengan biaya hidup bulanan yang murah, Taiwan menawarkan fasilitas pendidikan yang modern dan teknologi canggih, terutama d...