Jakarta (ANTARA) - Isu perselisihan perbatasan maritim antara Indonesia dan Malaysia di Laut Sulawesi, khususnya di Blok Ambalat dekat Kalimantan Timur, kembali hangat usai dibahas dalam pertemuan terbaru antara Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.
Dalam pertemuan bilateral di Istana Merdeka pada 27 Juli tersebut, Prabowo mengatakan bahwa Indonesia dan Malaysia menginginkan solusi yang saling menguntungkan dalam mengakhiri permasalahan di Ambalat dengan mengusulkan pengelolaan bersama atau joint development.
“Sambil menunggu penyelesaian hukum, kita ingin memulai kerja sama ekonomi melalui mekanisme joint development,” kata Presiden Prabowo yang memandang bahwa Indonesia dan Malaysia sepatutnya bisa mengelola bersama potensi-potensi ekonomi yang terkandung di Ambalat.
PM Anwar pun menyampaikan keterbukaannya untuk menjalin kerja sama dalam bentuk joint development dengan Indonesia meski kedua pihak masih belum mencapai kesepakatan dalam menetapkan garis perbatasan yang definitif di blok Ambalat.
Sembari berunding, kata dia, Indonesia dan Malaysia bisa sambil bekerja sama secara ekonomi di wilayah tersebut, karena hasilnya pun akan kembali dan menguntungkan masyarakat di kedua sisi perbatasan.
“Masalahnya, jika kita menunggu penyelesaian hukum, bisa jadi memakan waktu hingga 2 dekade lagi,” kata PM Anwar.
Perbatasan maritim antara Indonesia dan Malaysia bertemu di tiga laut, dari barat ke timur, yaitu di Selat Malaka, Laut China Selatan atau Laut Natuna Utara, dan Laut Sulawesi.
Dari ketiga perbatasan tersebut, hanya garis perbatasan di Laut Sulawesi, atau yang kerap disebut oleh masyarakat Indonesia sebagai Laut Ambalat, yang masih belum mendapat titik temu.
Kawasan di Laut Sulawesi yang dipersengketakan Indonesia dan Malaysia tersebut mengandung kekayaan minyak, gas, dan biota laut yang melimpah. Blok Ambalat Timur, misalnya, mengandung potensi migas yang ditaksir mampu bertahan hingga tiga puluh tahun ke depan.
Awal permasalahan
Sebagaimana dijelaskan pakar geospasial hukum laut Universitas Gadjah Mada (UGM) I Made Andi Arsana, batas darat antara Indonesia dan Malaysia yang membelah Pulau Sebatik di timur Pulau Kalimantan berhenti di tepi pantai dan tidak diteruskan ke laut, sehingga pembagian ruang laut yang merentang ke Laut Sulawesi belum final.
Awalnya, menurut Andi, Indonesia berpandangan bahwa garis batas darat tersebut semestinya diteruskan ke arah timur pada lintang 4 derajat 10 menit, sehingga semua yang berada di sebelah selatan garis itu menjadi milik Indonesia.
Baca juga: RI-Malaysia sepakat tangani isu Ambalat secara damai, tapi perlu waktu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.