Jakarta (ANTARA) - Penggunaan sound system bersuara keras, seperti pada konser musik, acara perayaan, atau tren “sound horeg” di pinggir jalan, semakin populer di tengah masyarakat. Suara yang menggelegar memang mampu menciptakan suasana meriah dan menghibur banyak orang, sehingga tak heran jika tren ini terus berkembang di berbagai kalangan.
Namun, di balik hiburan tersebut, terdapat ancaman serius terhadap kesehatan pendengaran dan kondisi tubuh secara keseluruhan. Berada terlalu dekat dengan speaker dengan volume tinggi bisa menyebabkan kerusakan permanen pada telinga, gangguan pendengaran jangka panjang, serta menimbulkan dampak negatif lain seperti sakit kepala, stres, dan gangguan tidur.
Paparan suara di atas batas aman
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), batas aman intensitas suara yang dapat diterima tanpa merusak pendengaran adalah 70 desibel (dB). Paparan suara di atas 85 dB dalam waktu lama bisa menyebabkan gangguan pendengaran permanen. Bahkan, suara 120 dB atau lebih yang umum di dekat speaker besar dapat langsung merusak struktur halus telinga dan menyebabkan acoustic trauma.
Beberapa acara “sound horeg” di ruang terbuka mencatat intensitas suara hingga 130–135 dB, jauh melampaui batas aman. Kondisi ini tidak hanya membahayakan pendengaran, tetapi juga meningkatkan risiko gangguan pada jantung, otak, dan kesehatan mental.
Baca juga: 8 bahaya gunakan headset terlalu lama: Simak sebelum terlambat
Efek tigkat pendengaran
Paparan suara keras dapat merusak sel-sel rambut halus di dalam koklea (rumah siput) telinga bagian dalam. Sel-sel ini bertugas menerjemahkan getaran suara menjadi sinyal listrik yang dikirim ke otak. Bila sel-sel tersebut rusak, tubuh tidak bisa memperbaikinya secara alami, dan gangguan pendengaran pun menjadi permanen.
Kondisi ini disebut sebagai Noise-Induced Hearing Loss (NIHL). Gejalanya antara lain adalah telinga berdenging (tinnitus), sulit mendengar suara bernada tinggi, serta kesulitan memahami percakapan terutama di tempat ramai. Dalam kasus berat, NIHL menyebabkan ketulian total pada satu atau kedua telinga.
Dampak non-auditori
Tidak hanya mempengaruhi telinga, paparan suara bising berlebihan juga memberikan dampak sistemik terhadap tubuh. Suara keras yang terus-menerus dapat memicu stres, gangguan tidur, kecemasan, hingga peningkatan tekanan darah. Paparan suara bising kronis memicu pelepasan hormon stres seperti kortisol dan adrenalin yang menyebabkan peradangan pembuluh darah dan meningkatkan risiko penyakit jantung.
Studi menunjukkan bahwa individu yang hidup di lingkungan bising cenderung memiliki risiko lebih tinggi mengalami hipertensi, gangguan irama jantung, bahkan stroke. Ini menunjukkan bahwa bahaya suara keras jauh melampaui gangguan pendengaran semata.
Baca juga: Tanda-tanda gangguan pendengaran yang sering tak disadari
Risiko pada anak-anak
Anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap dampak suara keras. Paparan suara dengan volume tinggi dapat mengganggu perkembangan otak, khususnya pada area yang berperan dalam kemampuan bahasa dan kognitif. Beberapa studi menunjukkan bahwa anak-anak yang sering terpapar kebisingan mengalami keterlambatan bicara, gangguan konsentrasi, hingga kesulitan dalam belajar.
Selain itu, anak-anak belum sepenuhnya memahami pentingnya menjaga jarak dari speaker atau menggunakan pelindung telinga. Akibatnya, mereka lebih sering terpapar langsung tanpa perlindungan, yang semakin meningkatkan risiko kerusakan pendengaran dan dampak negatif lainnya terhadap tumbuh kembang mereka.
Baca juga: Dokter uraikan langkah kurangi dampak paparan suara keras
Cara melindungi diri
Untuk melindungi diri dari bahaya suara keras yang dihasilkan oleh speaker, pakar kesehatan memberikan beberapa rekomendasi praktis, antara lain:
• Hindari posisi dekat speaker: Selalu jaga jarak aman minimal 2–3 meter dari sumber suara saat berada di konser, pesta, atau acara dengan sound system besar.
• Gunakan pelindung telinga: Gunakan earplug atau earmuff yang dirancang khusus untuk meredam suara berlebihan. Alat ini tersedia di apotek dan toko alat kesehatan.
• Batasi durasi paparan suara: Jika berada di tempat bising, sempatkan keluar ruangan atau berpindah ke area yang lebih tenang setiap 30–60 menit untuk memberi waktu istirahat pada telinga.
• Turunkan volume perangkat pribadi: Hindari mendengarkan musik melalui earphone dengan volume maksimal, dan batasi durasi mendengarkan maksimal 1 jam per sesi.
• Konsultasi ke dokter THT: Jika mengalami gejala seperti telinga berdenging, nyeri, atau penurunan pendengaran, segera periksa ke dokter Telinga Hidung Tenggorokan (THT) untuk penanganan dini.
Berada terlalu dekat dengan speaker bersuara kencang berisiko tinggi terhadap kesehatan, khususnya pendengaran. Dampaknya tidak hanya terbatas pada gangguan pendengaran permanen, tetapi juga dapat mempengaruhi kualitas tidur, kesehatan jantung, serta perkembangan anak-anak.
Langkah perlindungan seperti menjaga jarak, menggunakan pelindung telinga, dan membatasi waktu paparan suara keras perlu diterapkan demi mencegah dampak jangka panjang yang merugikan.
Baca juga: Kiat memilih alat dengar yang aman untuk kesehatan pendengaran
Baca juga: Tanda-tanda gangguan pendengaran yang sering tak disadari
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.